Category: Gempa Bumi Dan Tsunami


ab2abb1
Gempa yang terjadi pada hari Selasa, 11 Desember 2012 pukul 1:53 dengan magnitud 7.1 dengan mekanisme sesar naik miring. Gempa ini berada pada ke dalaman medium terjadi di sebelah timur laut banda dimana konvergensi dari lempeng Australia terdistribusi pada back arc dan Laut banda.

Secara morphologi karakteristik busur Banda memperlihatkan adanya pertemuan konvergen pada batas lempeng. Sistem konvergensi tersebut bersambung mulai dari Java trench sampai ke Buru. Pemisahan sistem konvergensi, dari tunjuman ke tumbukan terjadi di sekitar pulau Savu.

Dimulai pulau Timor ke timur merupakan bagian dari segmen tumbukan Banda dan semakin ke Timur bergerak ke Utara merupakan bagian dari segmen tumbukan Seram. Pemisahan keduanya kemungkinan terkait dengan sambungan dari sistem sesar Tarera Aiduna [Cardwell and Isacks (1978), dalam Linthout et al 1991].

Tetapi sebagian besar energi ditransformasikan menjadi konvergensi di back-arc dan sesar aktif di busur Banda dan Flores (Silver et al., 1983). Disebelah timur dari Sumba konvergensi dari lempeng Australia terdistribusi pada back arc dan Laut banda, dan tidak ada konvernsi pada timur through.

Hal ini mengindikasikan batas utara dari lempeng Australia berada pada bagian utara dari Banda arc pada Laut Banda. Pada bagian utara kepala burung Papau sebagian deformasi yaitu sesar geser, tetapi pola regangan memperlihatkan adanya konvergensi yang tegak lurus terhadap trench yang mengakomodasi deformasi Lempeng Pacific relatif terhadap Australia.

Sejarah kegempaan di sekitar Laut Banda menunjukan wilayah ini sangat aktif. Beberapa gempa dengan magnitud diatas 8 yaitu : 1918, 1938, 1950 dan 1963. Beberapa tsunami besar juga sering terjadi di Banda diantaranya tahun 1899 yang mengakibatkan korban lebih dari 3000 jiwa.


Dampak efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global bukan permainan kata untuk menakut-nakuti manusia.

Selain akan terjadi hujan asam, di hampir sebagian besar belahan dunia, dampak paling buruk peristiwa memantulnya sinar matahari sebelum sampai ke bumi, yaitu mencairnya dataran es di dua kutub. Akibatnya jangan tanya. Gelombang pasang air laut akan segera menyapu separuh daratan se jagad raya.

Peneliti di Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat, NASA dan National Snow and Ice Data Center di Colorado, menipisnya lapisan es di Kutub Utara, melansir temuan yang membuat kita was-was.

Lapisan es di Kukub Utara yang tadinya setebal 680.400 kilometer persegi menyusut drastis 43 persen dibanding tahun lalu. “Tahun lalu jumlah es dengan struktur bentukan kategori muda berkisar 70 persen, saat ini telah mencapai 90 persen,” kata peneliti Ice Data Center, Walt Meier.

Padahal, masih menurut para peneliti ahli, pada musim dingin bertambah 15 juta meliputi 150.000 kilometer persegi. Atau sekitar 720.000 kilometer persegi lebih kecil dibandingkan dengan kondisi rata-rata daratan es di wilayah Kutub utara pada tahun 1979 dengan tahun 2000.
Kondisi semacam itu, papar Meier dalam makalahnya, menyebabkan air laut meninggi dan akan menyapu hampir sebagian luas daratan pantai di belahan bumi.
Bisa dibayangkan bila ketebalan es tiga meter atau lebih yang berada di Kutub Utara tiba-tiba mencair bersamaan akibat pemanasan global, berapa meter persegi luas daratan terendam. “Kita tidak siap menghadapi hal-hal terburuk ketika bencana itu datang pada musim panas tahun depan. Kita benar-benar dalam situasi yang sangat genting saat ini,” ujarnya.

Peringatan bernada mengancam dari para ilmuwan itu bukanlah mengada-ada. Sebab mereka memiliki data akurat tentang proses melelehnya es di belahan Kutub Utara. Kecerobohan para pemilik modal di negara-negara industrialis dituding menjadi salah satu penyebab utama melelehnya lapisan es di Kutub Utara maupun Selatan.

Mereka dituduh menjadi salah satu pelaku perusakan ekosistem global yang mengakibatkan temperatur planet bumi semakin bertambah panas setiap tahun. Mestinya, papar peneliti dan sekaligus Manager Program Wilayah Kutub NASA Tom Wagner, mereka menyadari fungsi bongkahan es di dua Kutub Utara-Selatan sebagai pemantul sinar matahari dari Bumi.

“Mestinya mereka menyadari kalau bongkahan daratan es, yang menyerupai lautan, sebenarnya berfungsi sebagai pemantul alami sinar matahari dari Bumi. Kalau esnya mencair, sinar matahari tidak akan terpantulkan kembali ke udara. Dengan demikian panas matahari akan langsung terserap oleh lautan dan menambah panas temperatur planet,” tandas Tom.

Kecepatan melelehnya bongkahan es di Kutub Utara juga dialami di belahan Kutub Selatan. Bahkan tidak sampai puluhan tahun, bongkahan “cadas es” yang kokoh di kutub ini telah lenyap disapu panas. Cadas es yang dulunya merupakan tonggak keperkasaan Kutub Selatan di ujung bumi wilayah Selatan tampaknya tidak tahan terhadap gempuran sinar matahari.

Tidak hanya itu, gletser di daerah tebing pegunungan es Kutub Selatan pun juga ikut-ikutan mencair terimbas pemanasan global. Kondisi semacam, ujar peneliti kawasan kutub dari Inggris, tentu sangat memprihatinkan.

“Apalagi daerah Wordie Ice Shelf yang rontok sejak tahun 1960-an, juga telah lenyap dari pandangan mata. Selain itu ditemukan di bagian Utara “Larsen Ice Shelf” juga telah raib. Sementara itu luas daratan es sekitar 8.300 kilo meter persegí, kini mulai terpisah dari induknya “Larsen Shelf” sejak tahun 1986 lalu,” tulis laporan ilmiah US Global Survey (USGS) dan British Antartic Survey.

Keadaan mencemaskan itu tak urung mengundang kecemasan kalangan pemerintah Amerika Serikat, Australia dan Ingris sebagai negara industrialis perusak lingkungan terbesar dunia. Menteri Dalam Negeri AS Ken Salazar dalam suatu kesempatan dalam pertemuan kepala pemerintahan negara-negara maju di London baru-baru ini, ia mengungkapkan kecemasannya mengenai pemanasan global.

“Berkurangnya gletser di dua kutub yang sangat cepat, memperlihatkan ancaman nyata yang sedang dialami planet kita. Kita tidak memperkirakan perubahan ekosistem global lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Salah satu solusi mengerem dampak yang jauh lebih besar, kita harus segera menghentikan efek rumah kaca,” kata Ken Salazar.

Imbauan Ken Salazar, sebagai Menteri Dalam Negeri AS, tentunya tidak ngawur begitu saja. Sebab jauh-jauh hari, peneliti gletser ternama dari US Global Survey (USGS) telah mewanti-wanti tidak lama lagi gletser akan segera mencair dengan kecepatan tak terpikirkan oleh manusia sebelumnya. “Kecepatan gletser mencair akibat pemanasan global jauh dari perkiraan para ahli. Bahkan jauh lebih besar dari perhitungan kami,” ujar Jane Ferrigno.

Itulah sebabnya dalam pertemuan para pemimpin negara-negara maju dunia baru-baru ini sepakat untuk menekan emisi buangan yang dapat memperparah efek rumah kaca. Sebab bila tidak dilakukan, efek yang jauh lebih besar tentu akan melanda benua Australia dan dataran lain di kawasan Asia. “Kalau ini terjadi, Australia dan dataran lain negara-negara di kawasan Asia akan tersapu air pasang laut yang sangat dahsyat,” kata Mc Kahin peneliti senior kawasan Antartika.

Laporan lain yang menguatkan efek mencairnya lapisan es di dua kutub Utara-Selatan dalam waktu dekat datang dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang dilansir di jurnal Geophysical Letters. Para ahli yang tergabung dalam NOAA memperkirakan es di Kutub Utara diperkirakan akan mencair seluruhnya dalam waktu tidak terlalu lama lagi.

“Kalau tidak ada upaya pencegahan pemanasan global, es di Kutub Utara dapat dipastikan akan meleleh lebih cepat dari waktu yang diperkirakan sebelumnya. Tidak akan lama lagi akan terjadi,” ujar peneliti kepala Ekspedisi Kutub Utara Jane Ferrigno.

Dalam pertemuan UN Climate Panel memproyeksikan temperatur atmosfer dunia akan naik 1,8 sampai 4,0 deratjat celsius akibat buangan gas rumah kaca. Bila hal ini dibiarkan terus, ujar Jane Ferrigno, akibat yang lebih dahsyat akan terjadi melibihi bencana badai Tsunami beberapa waktu lalu.

“Bila tidak dicegah, bisa jadi badai Tsunami akan kalah dahsyat dengan efek yang ditumbulkan mencairnya lapisan es di dua kutub. Selain banjir, kemarau menyengat dan gelombang arus panas disertai badai akan menyapu dataran rendah di beberapa belahan dunia. Sementara itu gletser dan lapisan es mencair, keadaan itu dapat menaikkan seluruh permukaan air samudra dan merendam daerah dataran rendah,” tandasnya. Nah bagi berhati-hatilah. (Sumber: http://www.tabloidkampus.com/detail.php?id=281&edisi=21).

Catatan:

Dua minggu lalu ketika jalan-jalan ke Toko Buku Gramedia, terpana dengan buku berjudul EKSPEDISI BUKIT BARISAN 2011, PEDULI DAN LESTARIKAN ALAM INDONESIA. Waah, ternyata buku hasil kegiatan ekspedisi yang saya ikuti di bulan Maret 2011 lalu di bawah komando KOPASSUS, sudah terbit dalam format buku besar.

Harganya? Mahal. Rp. 350.000,- Tapi saya terkejut bahagia ketika membuka halaman-halaman awal. Tulisan saya dimuat sebagai pengantar keseluruhan buku. Saya segera kontak penanggung jawab ekspedisi, Letkol Inf Iwan Setiawan. Alhamdulillah akhirnya dua eksemplar buku terkirim ke Geologi ITB. Berikut ini tulisan kontribusi saya yang telah diedit dengan baik oleh penyunting dari drfat asli yang saya kirim. Selamat membaca. Baca lebih lanjut


Peneliti tsunami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) DR Eko Yulianto mengaku penasaran pada cerita Nyi Roro Kidul, legenda yang menurut dia juga pernah dibahas dalam kongres paranormal di Paris pada 1980an. Baca lebih lanjut


Para ilmuwan asal Amerika Serikat (AS) mengatakan, kapal komersil yang berlayar di seluruh dunia bisa memberi peringatan lebih baik mengenai potensi tsunami mematikan. Bagaimana? Baca lebih lanjut

Sumber air panas bumi Sipoholon di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Minggu (26/2). Kawasan wisata padat hunian ini terletak tepat di jalur Patahan Sumatera yang melintang dari Pulau Weh di Aceh hingga Teluk Semangko di Lampung.


Terbentuknya Patahan ”Besar” Sumatera bermula sejak jutaan tahun lampau saat Lempeng (Samudra) Hindia-Australia menabrak secara menyerong bagian barat Sumatera yang menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia. Tabrakan menyerong ini memicu munculnya dua komponen gaya. Baca lebih lanjut

Pengurus Komunitas Pemerhati Seismik Indonesia (KPSI) yang merupakan
gabungan dari berbagai elemen masyarakat dari berbagai wilayah di
Indonesia melakukan pertemuan dengan Staf Khusus Presiden Bidang
Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arief di Sekretariat Negara
Jl.Veteran hari ini (Jumat/04 Maret 2012). KPSI yang berkonsentrasi di
bidang sosial dan pengkajian kebencanaan mempresentasikan hasil
kegiatan dan riset mandiri yang telah mereka lakukan selama ini. Baca lebih lanjut

Ombak raksasa menggulung pasukan Persia. Herodotus menyebut, itu campur tangan dewa.

Apa yang dianggap campur tangan Dewa Laut, Poseidon sejatinya adalah tsunami (Wikipedia Common)


Catatan Yunani Kuno menyebut, pada 1.500 tahun lalu lautan bangkit, ombaknya menyelamatkan sebuah kota dari perampok Persia. Sejarawan Yunani, Herodotus menyebut, itu campur tangan dewa.

Dewa itu adalah Poseidon, penguasa laut, sungai, dan danau. Yang memiliki senjata berupa trisula yang bisa menyebabkan banjir dan gempa bumi. Baca lebih lanjut


Tak satu pun dari kita yang ingin mempercayai bahwa gempa dan tsunami Jepang, 11 Maret 2011 akan terjadi lagi. Sayangnya, itu pasti akan terjadi, di salah satu tempat di Bumi. Satu tempat yang memungkinkan untuk mengalami hal itu adalah kawasan pantai barat Amerika Utara. Pertanyaannya adalah, kapan itu terjadi? Baca lebih lanjut

Kita telah menyaksikan bencana alam dahsyat akibat Topan Katrina di kota New Orleans, demikian juga bencana-bencana alam lainnya. Akan tetapi itu tidak dapat dibandingkan dengan bencana dahsyat yang kedatangannya telah diprediksi pemerintah Amerika.
Situs American Dream 7 Januari 2011 memuat artikel berjudul “Is The New Madrid Fault Earthquake Zone Coming To Life?” (Apakah Zona Gempa Bumi New Madrid Hidup Kembali?) Baca lebih lanjut